Ronggeng Gunung
Ronggeng Gunung merupakan bentuk kesenian tradisional dengan tampilan seorang atau lebih penari. Biasanya dilengkapi dengan gamelan dan nyanyian atau kawih pengiring, sang penari utama adalah seorang perempuan yang dilengkapi dengan sebuah selendang. Selain untuk kelengkapan dalam menari, selendang juga dapat digunakan untuk "menggaet" lawan (biasanya laki-laki) untuk menari bersama dengan cara mengalungkan ke lehernya.
Perkembangan Ronggeng Gunung pada periode tahun 1904 sampai tahun 1945 banyak mengalami pergeseran nilai dalam penyajiannya, misalnya dalam cara menghormati yang semula merapatkan tangan di dada berganti dengan cara bersalaman. Karena tidak sesuai dengan adat-istiadat, maka pada tahun 1948 kesenian Ronggeng Gunung dilarang dipertunjukkan untuk umum. Baru pada tahun 1950, kesenian Ronggeng Gunung dihidupkan kembali dengan beberapa pembaruan, baik dalam tarian maupun dalam pengorganisasiannya sehingga kemungkinan timbulnya hal-hal negatif dapat dihindarkan.
Untuk mencegah pandangan negatif terhadap jenis tari yang hampir punah ini diterapkan peraturan-peraturan yang melarang penari dan pengibing melakukan kontak (sentuhan) langsung. Beberapa adegan yang dapat menjurus kepada perbuatan negatif seperti mencium atau memegang penari, dilarang sama sekali. Peraturan ini merupakan suatu cara untuk menghilangkan pandangan dan anggapan masyarakat bahwa ronggeng identik dengan perempuan yang senang menggoda laki-laki.
0 komentar:
Posting Komentar